Selasa, 02 Juni 2009

BERGAUL DI LINGKUNGAN KERJA


Pergaulan di lingkungan kerja memang berbeda dengan pergaulan di luar lingkungan kerja. Pergaulan di luar kantor umumnya tidak bersifat formil. Karena anda tidak terikat dengan peraturan-peraturan dan prosedur baku. Sedangkan di kantor atau perusahaan, pergaulan lebih bersifat resmi. Apalagi di kantor ada tingkatan jabatan, mulai level terendah sampai level pimpinan.

Sehingga ada peraturan tak tertulis mengenai cara bergaul dengan masing-masing tingkatan. Tentu saja bergaul dengan bos berbeda bila dibanding bergaul dengan rekan sejawat. Begitu pula bergaul dengan bawahan. Terlebih di perusahaan yang sangat birokratis, seperti di pemerintahan, tata cara pergaulan menjadi sangat penting di banding pergaulan di lingkungan perusahaan yang lebih mementingkan kreativitas.

Tetapi nggak perlu bingung. Dimanapun anda berada, anda memang dituntut untuk pandai bergaul. Karena kepiawaian anda bergaul juga merupakan salah satu hal yang mendukung kesuksesan karir anda. Dalam hal ini di lingkungan kerja, anda tidak bisa bersikap sama rata terhadap semua orang. Cara anda menjalin hubungan dengan dengan setiap rekan di kantor sangat bergantung dari konsep diri anda di dalam lingkungan.

Tempatkan diri anda sesuai dengan posisi anda. Tentu saja terhadap bos anda harus memiliki sikap hormat dan respek. Tetapi bukan berarti anda tidak menghormati rekan selevel dengan anda. Karena pada intinya, kunci dalam pergaulan adalah saling menghormati dan menghargai. Sedangkan kepada level di bawah anda, anda juga tidak mesti minta dihormati. Jika anda bisa menghargai dan menghormati orang lain, apapun pangkat dan jabatannya, otomatis orangpun akan menaruh hormat pada anda.

Hanya saja anda bisa lebih santai jika bergaul dan bicara kepada rekan sejawat jika dibanding dengan bos. Terhadap bos atau orang-orang yang lebih tinggi tingkatannya dari anda, anda harus lebih menjaga tata krama dan kaidah yang berlaku, seperti cara bicara dan bertegur sapa. Sedangkan kepada bawahan, anda harus lebih menjaga wibawa tanpa kehilangan sikap familiar anda.

Semakin mampu anda menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, maka semakin mudah pula anda memenuhi tuntutan pergaulan dalam level manapun. Anda akan lebih rileks dalam menjalin hubungan dengan orang-orang di lingkungan kantor anda. Tentu saja ini menguntungkan anda bukan? Selain anda tidak kesulitan bergaul, anda pun memiliki banyak teman. Sehingga anda tidak akan merasa asing di lingkungan kerja anda sendiri. Dampaknya anda akan lebih 'enjoy' bekerja dan lebih bersemangat merintis karir.

Pemimpin Yang Berprinsip


Dalam situasi bisnis sekarang ini tampaknya mudah sekali orang membenarkan
cara-cara kasar demi tujuan baik. Bagi mereka, "bisnis adalah bisnis",
sedangkan "etika dan prinsip terkadang harus mengalah pada keuntungan".
Selain itu, banyak juga kita lihat para pelaku dan pemimpin bisnis yang
tampak berhasil menumpuk kekayaan, namun di belakang kehidupan mereka tampak
kacau dan mengenaskan. Padahal bila kita tinjau, hampir setiap minggu muncul
teori manajemen baru, namun tampaknya sedikit sekali yang meninggalkan hasil
yang diharapkan. Mengapa demikian?

Menurut Stephen R. Covey, penulis buku terkenal, "Seven Habits of Highly
Effective People", dalam bukunya yang lain "Principle Centered Leadership",
hal ini disebabkan mereka tidak lagi berpegang pada prinsip dasar yang
berlaku di alam ini. Padahal hukum alam, berdasarkan pada prinsip, berlaku
tanpa peduli apakah kita menyadarinya atau tidak. Oleh karena itu semestinya
kita meletakkan prinsip-prinsip ini di pusat kehidupan, hubungan,
kontrak-kontrak manajemen dan seluruh organisasi bisnis anda.

Covey percaya bahwa kesuksesan kita, baik pribadi maupun organisasi, tidak
dapat diraih begitu saja. Kesuksesan harus datang dari "dalam diri" dengan
berdasarkan pada apa yang kita pahami dan yakini untuk menjadi prinsip yang
tak tergoyahkan. Dengan demikian kepemimpinan yang berprinsip memusatkan
kehidupan dan kepemimpinan kita pada prinsip-prinsip utama yang benar.

Artikel ini tidak membahas apa itu prinsip menurut Covey, namun meringkas
ciri-ciri pemimpin yang berprinsip. Ciri-ciri dari pemimpin yang mendasarkan
tindakannya pada prinsip. Dengan demikian setidaknya kita bisa mengenal
bagaimana kepemimpinan yang berpusat pada prinsip itu. Ada delapan ciri-ciri
pemimpin yang berprinsip.

1--Mereka terus belajar.
Pemimpin yang berprinsip menganggap hidupnya sebagai proses belajar yang
tiada henti untuk mengembangkan lingkaran pengetahuan mereka. Di saat yang
sama, mereka juga menyadari betapa lingkaran ketidaktahuan mereka juga
membesar. Mereka terus belajar dari pengalaman. Mereka tidak segan mengikuti
pelatihan, mendengarkan orang lain, bertanya, ingin tahu, meningkatkan
ketrampilan dan minat baru.

2--Mereka berorientasi pada pelayanan.
Pemimpin yang berprinsip melihat kehidupan ini sebagai misi, bukan karier.
Ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong dan
melayani orang lain. Inti kepemimpinan yang berprinsip adalah kesediaan
untuk memikul beban orang lain. Pemimpin yang tak mau memikul beban orang
lain akan menemui kegagalan. Tak cukup hanya memiliki kemampuan intelektual,
pemimpin harus mau menerima tanggung jawab moral, pelayanan, dan sumbangsih.

3--Mereka memancarkan energi positif.
Secara fisik, pemimpin yang berprinsip memiliki air muka yang menyenangkan
dan bahagia. Mereka optimis, positif, bergairah, antusias, penuh harap, dan
mempercayai. Mereka memancarkan energi positif yang akan mempengaruhi
orang-orang di sekitarnya. Dengan energi itu mereka selalu tampil sebagai
juru damai, penengah, untuk menghadapi dan membalikkan energi destruktif
menjadi positif.

4--Mereka mempercayai orang lain.
Pemimpin yang berprinsip mempercayai orang lain. Mereka yakin orang lain
mempunyai potensi yang tak tampak. Namun tidak bereaksi secara berlebihan
terhadap kelemahan-kelemahan manusiawi. Mereka tidak merasa hebat saat
menemukan kelemahan orang lain. Ini membuat mereka tidak menjadi naif.

5--Mereka hidup seimbang.
Pemimpin yang berprinsip bukan ekstrimis. Mereka tidak menerima atau menolak
sama sekali. Meraka sadar dan penuh pertimbangan dalam tindakannya. Ini
membuat diri mereka seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri, dan
bijak. Sebagai gambaran, mereka tidak gila kerja, tidak fanatik, tidak
menjadi budak rencana-rencana. Dengan demikian mereka jujur pada diri
sendiri, mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan sebagai hal yang
sejalan berdampingan dengan kegagalan.

6--Mereka melihat hidup sebagai sebuah petualangan.
Pemimpin yang berprinsip menikmati hidup. Mereka melihat hidup ini selalu
sebagai sesuatu yang baru. Mereka siap menghadapinya karena rasa aman mereka
datang dari dalam diri, bukan luar. Mereka menjadi penuh kehendak,
inisiatif, kreatif, berani, dinamis, dan cerdik. Karena berpegang pada
prinsip, mereka tidak mudah dipengaruhi namun fleksibel dalam menghadapi
hampir semua hal. Mereka benar-benar menjalani kehidupan yang berkelimpahan.

7--Mereka sinergistik.
Pemimpin yang berprinsip itu sinergistik. Mereka adalah katalis perubahan.
Setiap situasi yang dimasukinya selalu diupayakan menjadi lebih baik. Karena
itu, mereka selalu produktif dalam cara-cara baru dan kreatif. Dalam
bekerja mereka menawarkan pemecahan sinergistik, pemecahan yang memperbaiki
dan memperkaya hasil, bukan sekedar kompromi dimana masing-masing pihak
hanya memberi dan menerima sedikit.

8--Mereka berlatih untuk memperbarui diri.

Pemimpin yang berprinsip secara teratur melatih empat dimensi kepribadian
manusia: fisik, mental, emosi, dan spiritual. Mereka selalu memperbarui diri
secara bertahap. Dan ini membuat diri dan karakter mereka kuat, sehat dengan
keinginan untuk melayani yang sangat kuat pula.

10 Sikap Pemacu Karier


Mengapa sebagian orang dapat dengan mudah mencapai posisi teratas di suatu perusahaan, sementara sebagian lagi sulit untuk mendapatkan promosi? Apakah kecerdasan, bakat, serta kekuasaan orang-orang tertentu mudah melesat? Tidak juga. Sikap ternyata lebih berperan. Ikuti sepuluh sikap positif ini, dan yakinlah karier Anda melesat maju.



1. Nasib saya tergantung dari diri saya.
Bila Anda menghabiskan waktu hanya untuk menunggu datangnya mukjizat, maka Anda akan menunggu lama sekali, malah barangkali sia-sia. Seseorang yang sukses selalu melakukan sesuatu, secara baik dan tepat, untuk mewujudkan keinginannya. Anda sebaiknya bergerak dan melakukan sesuatu, cari cara yang baik dan tepat, jangan hanya menunggu. Anda pasti akan berhasil dan berhak untuk mewujudkan impian.

2. Segala sesuatu mungkin saja terjadi.
Anda berpikir tidak mungkin menjadi wakil direktur. Jika demikian, maka Anda memang tidak akan pernah menduduki posisi tersebut. Ingat, jika Anda berpikir tidak bisa, maka Anda tidak akan pernah bisa. Tetapi bila berpikir Anda bisa, maka Anda pasti bisa.

3. Pekerjaan apa pun harus dilakukan dengan baik.
Anda tidak pernah tahu saat Anda diperhatikan atau dinilai. Bila Anda terbiasa melakukan pekerjaan dengan baik dan benar, maka Anda tidak mendapatkan kesulitan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar. Jangan lupa, apa pun yang Anda lakukan, pasti diperhatikan oleh atasan.

4. Menganggap penting setiap orang.
Bila Anda ingin bersikap agresif, Anda pun perlu bersikap baik dengan rekan sekerja serta orang-orang yang berada di sekeliling. Anda keliru kalau menganggap tidak perlu menjalin hubungan baik dengan sekretaris atasan. Bersikaplah sopan dan ramah terhadap orang-orang di sekeliling Anda. Soalnya, kita tidak pernah tahu, sikap baik itu mungkin memegang peranan penting bagi masa depan Anda.

5. Tidak terpaku pada latar belakang pendidikan.
Bila selalu merasa bahwa pekerjaan yang Anda lakukan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, maka Anda akan menghasilkan pretasi yang buruk. Mungkin pekerjaan yang Anda lakukan tidak terlalu cocok bagi Anda, tetapi seorang profesional yang sukses melakukan tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya tanpa peduli di mana mereka berada.

6. Memiliki jejaring yang kuat.
Pegawai yang sukses memahami dengan baik pentingnya suatu jaringan, baik di dalam maupun di luar kantor. Anda perlu bersikap proaktif untuk mengembangkan hubungan profesional. Ajak dan undang rekan sekerja untuk makan siang di luar. Sesekali, pergilah ke kafe sehabis jam kerja. Bergabunglah dengan yayasan profesional. Kembangkan jaringan profesional demi masa depan Anda.

7. Tidak terpaku pada jam kerja.
Karena Anda bertanggung jawab atas nasib Anda, maka sudah menjadi kewajiban untuk terus mencari jalan dalam memperbaiki profesionalisme Anda. Bersikap sukarela dalam melakukan pekerjaan tambahan, berminat belajar sesuatu yang baru, serta bersedia pulang terlambat untuk membantu sesama rekan sekerja. Pekerja yang sukses tidak hanya bekerja terpaku pada jam kerja, tetapi juga bersedia melakukan lebih agar dirinya terlihat.

8. Kegagalan merupakan kunci sukses
Setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan dari waktu ke waktu. Perbedaan antara orang yang sukses dan orang yang gagal adalah bagaimana mereka menghadapi kegagalan yang dialami. Pegawai yang sukses selalu belajar dari kesalahan yang mereka lakukan dan tetap maju.

9. Perlihatkan kemampuan.
Apakah Anda menunggu sampai seseorang melihat bakat dan kemampuan Anda? Mungkin sudah saatnya memperlihatkan kemampuan Anda. Katakan keberhasilan Anda dan apa yang telah Anda lakukan bagi perusahaan. Profesional yang sukses mengerti cara memperlihatkan keberhasilan mereka tanpa terkesan sombong.

10.Tidak pernah berhenti mencari peluang.
Tentu saja ada saat di mana Anda puas dengan pekerjaan yang sedang Anda geluti. Tetapi jangan lupa, profesional yang sukses selalu mencari kesempatan untuk maju dan berkembang. Pasang mata, buka telinga, dan buka wawasan untuk tantangan dan kesempatan baru. Anda tidak pernah tahu, kapan akan mendapatkan sesuatu yang dapat mengubah karier Anda menjadi lebih cemerlang.

6 SIKAP PENGHAMBAT PROMOSI


Promosi didapat bukan semata karena kepintaran dan kemampuan kita dalam mengerjakan tugas. Tapi, juga didukung kebiasaan dan sikap simpatik. Nah, kebiasaan buruk apa saja yang dapat menghambat promosi?

1. Selalu terlambat, entah terlambat datang ke kantor, menghadiri rapat, atau menyelesaikan tugas.

2. Sering mengeluh, seperti mengeluhkan beban pekerjaan, bos, dan teman-teman, sampai menjelekkan bos dan manajemen perusahaan.

3. Sering lupa. Ini akan menimbulkan kesan bahwa Anda ceroboh dan tidak menaruh minat pada pekerjaan.

4. Tidak memiliki prioritas. Misalnya meninggalkan satu pekerjaan yang belum selesai untuk mengerjakan tugas lain.

5. Kekanak-kanakan. Sikap ini membuat Anda tidak punya wibawa dan kharisma.

6. Selalu membela diri dan berkilah setiap kali bos mengkritik. Ini akan menimbulkan kesan bahwa Anda antikritik dan selalu merasa diri benar.

Stop Persaingan di Tempat Kerja


Bagi Anda yang telah bekerja tentu lebih memahami persaingan yang terjadi di tempat kerja. Menjadi yang terbaik di mata pimpinan adalah faktor mutlak yang diperlukan untuk karier seseorang.

Saat ini persaingan dikonotasikan hal yang negatif dan perlu dihindari. Namun, persaingan tidak sesederhana itu. Bersaing dapat dilihat dari dua sisi, sempit dan luas. Bersaing dalam arti sempit
tentu membuat seseorang merasa terancam dan mengganggap saingannya sebagai musuh dalam berbagai hal. Persaingan dalam arti luas tentu lebih mengedepankan jiwa bersaing dalam diri seseorang yang diikuti dengan meningkatnya kualitas kerja seseorang.

Persaingan yang didasari kebencian atau dalam arti sempit tentu tidak akan membuahkan hal yang positif. Anda mungkin memenangkan persaingan, namun hal tersebut tanpa disadari akan memunculkan sifat egois dan sombong. Jika kalah Anda pun tentu menderita dan muncul kedengkian. Lalu harus bagaimana memposisikan persaingan di tempat kerja?

1. Posisikan rekan kerja sebagai sparing partner

Bersaing dengan orang lain hanya boleh dilakukan dalam konteks menjadikan orang lain sebagai "sparing partner", bukan lawan sesungguhnya. Dalam olahraga, sparing partner adalah orang yang
membantu seseorang untuk meningkatkan prestasinya. Begitu pula dalam hidup, menjadikan orang lain sebagai sparing partner dalam bersaing berarti menjadikan orang lain sebagai mitra dalam meningkatkan kualitas seseorang

Lalu jika rekan kerja Anda bukan pesaing, siapa pesaing sesungguhnya? Pesaing sesungguhnya adalah diri Anda sendiri. Karena sesungguhnya keberhasilan dan kegagalan kita disebabkan oleh diri
sendiri, bukan orang lain. Karena itu, pesaing Anda dalam meraih kesuksesan adalah diri Anda sendiri, bukan orang lain. Anda melawan diri sendiri untuk menang dalam perlombaan meningkatkan kualitas
diri. Ukuran kemenangannya adalah ketika Anda berhasil meningkatkan kualitas diri lebih baik dari hari kemarin.

2. Bersikap sportif

Apa pun yang Anda raih harus dihargai. Tidak ada kata kalah bagi Anda karena kekalahan yang sesungguhnya adalah keputusasaan Anda. Sportif tidak akan ada dalam diri Anda jika tanpa adanya sebuah kata "bijaksana". Anda harus memandang hasil yang diraih dari kacamata yang positif. Introspeksi diri menjadi salah satu tanda bahwa Anda bijaksana dalam menyikapi segala sesuatunya. Milikilah mental bersaing dengan diri sendiri. Jadikan hal ini sebagai kebiasaan Anda. Lawan Anda
sesungguhnya bukan orang lain, tapi diri sendiri. "Perang" yang perlu Anda lakukan adalah "perang" melawan diri sendiri bukan "perang" melawan orang lain.

3. Kerja keras

Persaingan tidak akan berarti tanpa adanya kerja keras dari Anda. Tunjukkan Anda mempunyai kualitas dan kemampuan dalam profesi yang Anda tekuni.

Ada tiga hal penting yang harus Anda perhatikan dalam pekerjaan :
a.. Pertama, terapkan Manajemen Waktu dalam bekerja dengan membiasakan tahapan persiapan.
b.. Kedua, usahakan semua tugas selesai pada waktunya, jika perlu buatlah jadwal yang akan membimbing Anda dalam bekerja.
c.. Dan yang ketiga, perluas pengaruh Anda di tempat kerja dengan memperbanyak relasi dan mencari informasi yang ditujukan untuk pengembangan karier Anda.

Nah, jika Anda termasuk orang yang memperhatikan karier kerja, tiga prinsip mental tersebut tentu patut diperhatikan. Faktor penghambat seperti kebiasaan sering mengeluh harus dibuang jauh-jauh.

Menimbang pendidikan nasional


Pasal 31 UUD 1945 secara tegas memerintahkan kepada Negara Republik Indonesia, bahwa: Setiap warga Negara berhak atas pendidikan dan pemerintah wajib membiayai, tegasnya pemerintah berkewajiban untuk mencerdaskan, memakmurkan, menciptakan rasa aman, menjamin persamaan hak di depan hukum, menegakkan serta memenuhi hak asasi warga Negara Indonesia.

Indonesia telah terpuruk dan menjadi miskin sejak tahun 1997. Sejak itu secara makro Indonesia belum bangkit dari keterpurukan dan kemiskinan di berbagai sektor termasuk kemiskinan rasa. Hampir semua kalangan berbicara tentang kemiskinan dan upaya-upaya penanggulangannya. Sebagian besar mendiskusikan upaya penanggulan kemiskinan dengan cara menggelar seminar-seminar atau workshop di hotel-hotel berbintang dan di luar kota. Dari hasil seminar tersebut disimpulkan bahwa kemiskinan terjadi karena tingkat pendidikan kita yang masih rendah. Besarnya minat masyarakat terhadap pendidikan menyebabkan hampir semua kalangan baik yang berpendidikan tinggi maupun berpendidikan biasa mulai menggeluti dunia pendidikan.

Tujuan pendidikan adalah memberdayakan warga negara untuk dapat membuat pilihan yang bijak dan penuh dengan kesadaran dari berbagai alternatif yang ditawarkan, memberikan pengalaman-pengalaman dan pemahaman yang dapat memupuk berkembangnya komitmen yang benar terhadap nilai-nilai dan prinsip yang memberdayakan sebuah masyarakat bebas untuk tetap bertahan. Disisi lain, bukan hanya meningkatkan partisipasi warga negara, tetapi juga menanamkan partisipasi yang berkompeten dan bertanggungjawab didasarkan pada perenungan (refleksi), pengetahuan dan tanggung jawab moral.

Masalah pendidikan

Peroblematika terbesar dalam pendidikan adalah ketika pemerintah tidak lagi menjamin status social masayarakat untuk bersekolah (khususnya) bagi orang-orang miskin. Namun, mahalnya biaya merupakan salah satu indicator utama dalam peningkatan angka putus sekolah. Data Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), menyebutkan bahwa angka putus sekolah pada tingkat SMA dari 33 provinsi mencapai angka 3,29%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1,81% dari jumlah 3.497,420 siswa. Sementara untuk tingkat SMP, dari jumlah total 8.073.389 siswa, angka putus sekolah mencapai 232.834 atau 2,88%. Tahun sebelumnya adalah 148,890 siswa atau 1,97. hal ini juga akan memicu makin tinginya angka pengangguran di Indonesia.

Bukan hanya masalah biaya pendidikan yang mahal, tapi juga kurang optimalnya pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Pada dasarnya kurikulum yang ada sudah menunjukkan bahwa bangsa ini bangkit dari keterpurukan, pasalnya kurikulum Indonesia tidak kalah menarik dari Negara-negara maju. Namun, yang menjadi persoalan adalah ketika sistem itu tidak dijalankan sebagaimana mestinya. padahal dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menegaskan dalam pasal 11 ayat 1 yang bunyi: pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi.

Anggaran penddikan yang telah di amanatkan secara langsung oleh UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, dalam pasal 31 ayat 4 yang berbunyi �?oNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional�?�.

Bahkan terhadap pengalokasian anggaran pendidikan tersebut telah di tegaskan kembali pada pasal 49 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, �?o dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan di alokasikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)�?�.

Subsidi Biaya Oprasional Sekolah (BOS) yang dilakukan pemerintah belum menjawab persoalan di dunia pendidikan kita. Karena itu campur tangan dari pemerintah daerah sangat diperlukan. Jika memang pemerintah menginginkan kualiatas pendidikan bertarap internasional, seharusnya tidak hanya melihat dari satu factor saja melainkan banyak factor pendukung yang perlu diperhatikan.

Kondisi tidak menguntungkan diperparah dengan keberadaan kurikulum kita yang selalu ganti setiap tahun. Ditambah lagi masalah kebocoran soal Ujian Naional (UN), karena UN merupakan lahan empuk manipulasi. Pada pelaksanaannya tahun 2007, sejimlah kasus kesalahan prosedur dan kecurangan bermunculan. Setidaknya ada 37 kasus kesalahan prosedur dan dugaan kecurangan UN tercatat inspektorat jenderal Departemen Pendidikan Nasional.

Dilain pihak, sara prasarana pendidikan turut menjadi �?~duri�?T dalam dunia pendidikan. Hal ini diperkuat dengan data depdiknas pada 2005-2006 yang menyatakan bahwa kerusakan kelas untuk tingkat dasar (SD) mencapai 25,72%, sementara untuk tingkat SMP dan SMA masing-masing sebanyak 4,85% dan 2,74%.

Disisi lain, buruknya kualitas guru menambah daftar beban bangsa. Pada kenyataanya banyak guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan S-1, seperti yangdiisyaratkan Undang-Undang (UU) No 14/2005 tentang guru dan dosen. Selain itu, banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang bidang ilmu yang dimiliki. Misalnya, guru berlatar belakang IPS mengajar IPA. Padahal sangat jelas bahwa guru itu tidak memiliki kompetensi untuk mengajar pada bidangnya, maka disinilah the righ on the righ pleace harus diperhatikan betul.

Data DEPDIKNAS pada tahun 2005-2006, perentase guru layak mencapai 85,63% untuk SD negeri sementara SD swasta 74,11%. Di Indonesia hanya sepertiga guru berlatar belakakang pendidikan setara sarjana. Diantara negara-negara berpenduduk besar, hanya Brazil dan Meksiko yang memiliki guru berlatar belakang pendidikan memadai. Sementara di China, India, Nigeria, dan Pakistan, jumlah jumlah guru yang berpendidikan sarjana pendidikan, masih di bawah 40 persen. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan berhasil tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas. Dengan kata lain, perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari guru dan berujung pada guru pula.

Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.

Walaupun kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang masa (lifelong learning process), namun ini menjadi suatu tantangan bagi kita semua khususnya para guru yang notabenenya sebagai tenaga pengajar di sekolah harus mampu melakukan perbaikan-perbaikan dalam mengajar. Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa guru harus betul-betul memahami secara matang bahan ajar yang akan diajarkan kepada siswa.

Jika kondisi ini, tetap berada pada posisi statis maka pendidikan Indonesia tidak akan maju. Selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yang berkualitas mesti bermodal/berbiaya besar. Tapi oleh pemerintah, tidak ditanggapi, alih-alih keinginan kuat para penguasa bertekad memajukan bangsa lewat pendidikan hanya sebagai wacana belaka. Kalau seperti ini siapa yang harus kita salahkan?????????? Semua ini bukan hanya pemerintah yang bertanggung jawab tapi kita semua harus bersama-sama membangun kembali sejarah perjuangan bangsa hingga sampai meredeka saat ini. Perjuangan pemerintah pun tidak hanya berhenti pada satu permasalahan saja, yang terpenting menurut penulis adalah menciptakan pendidikan yang mengasyikkan dan tidak membebankan. Kemudian penetapan UN sebagai standar kelulusan harus dikaji ulang. Apakah pendidikan kita sudah berada dalam kondisi terbaiknya atau malah sebaliknya.

PENDIDIKAN YANG EFEKTIF

Kata efektif adalah sebuah kata yang mudah untuk diucapkan namun butuh usaha maksimum dan kontinyu untuk memperolehnya. Kata ini dapat bergabung dengan kata pendidikan menjadi "pendidikan yang efektif" dan selanjutnya kita dapat bertanya sudah efektifkah pendidikan kita atau hanya sekedar asal-asalan saja?

Dari tiga bentuk pendidikan yaitu pendidikan formal, informal dan non formal, maka pendidikan formal paling banyak disorot mulai dari mutu sampai dengan keefektifannya. Pendidikan formal yang mencakupi kurikulum, sarana, dan prasarananya dan lingkungan masyarakat yang ikut mempengaruhinya.

Apakah suatu pendidikan yang diselenggarakan sejak dari bangku SD sampai perguruan tinggi atau paling kurang sampai untuk tingkat SLTA sudah efektif atau belum. Keefektifan sebuah sekolah sangat dipengaruhi oleh latar belakang rumah tangga tempat asal anak-anak didik dan keadaan masyarakat sekeliling sekolah. Rumah tangga dan masyarakat yang memiliki SDM yang sangat memadai dan kondisi keuangan yang cukup mapan akan membantu terselenggaranya suatu sekolah yang efektif.

Sekolah yang efektif tentu akan menjadi sekolah idola dan akan diserbu oleh banyak calon anak didik setiap awal tahun pelajaran dimulai. Anak yang efektif sangat ditentukan oleh faktor rumah dan faktor sekolah yaitu rumah yang efektif dan sekolah yang efektif pula.

Kualitas seorang anak didik sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh budaya dan suasana belajar di rumah dan di sekolah. Beberapa faktor pendukung kualitas anak di rumah adalah seperti tingkat sosial ekonomi dan Sumber Daya Manusia (SDM) orang tua serta pengaruh teman bermain dan hiburan. Sedangkan faktor pendukung di lingkungan sekolah adalah seperti tingkat SDM dan kehangatan pribadi guru, fasilitas penunjang, sarana belajar dan pengaruh budaya dan iklim belajar di sekolah itu sendiri.

Lebih dari separoh waktu kehidupan anak dihabiskan di rumah. Famili dan orang tua mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan pribadi anak. Kualitas mereka sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan (SDM) orang tua dalam mendidik dan menumbuhkembangkan konsep belajar dalam keluarga. Kemampuan ekonomi orang tua punya peran dalam menyediakan fasilitas belajar. Ada anak dengan tingkat pendidikan orang tua rendah, biasa berhasil dalam belajar karena orang tua cukup tebal isi kantongnya untuk membiayai saran belajar. Ada lagi sebagian anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi kurang mampu, tetapi juga berhasil dalam belajar, karena orang tuanya sendiri kaya dengan wawasan SDM. Yang sangat beruntung adalah anak yang memiliki orang tua dengan SDM tinggi, kantong tebal dan teman-teman bermain memberikan pengaruh positif dalam belajar.

Pendidikan yang efektif tentu akan didukung oleh komponen-komponen yang juga efektif. Mereka adalah seperti sekolah efektif, kepala sekolah efektif, guru efektif dan murid yang efektif.

Sekolah yang efektif tentu mempunyai standar indikator seperti yang digambarkan oleh Sergio Vanio. Ia mengatakan bahwa kalau sekolah efektif murid-muridnya dinilai setiap tahun oleh pihak yang independen maka skor penilaiannya selalu meningkat. Murid-murid di sekolah itu sangat antusias dalam belajar dan ini tercermin dalam peningkatan prosentase kehadirannya. Guru sangat konsekwen dalam memberikan pekerjaan rumah (PR) dan menilai PR itu dengan konsisten. Sekolah memiliki program dan jadwal ekstrakurikuler di sekolah itu terdapat partisipasi orang tua dan masyarakat untuk peduli terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah tersebut.

Sekolah efektif sangat menghargai waktu dan akan memanfaatkannya ibarat memanfaatkan uang. Tentu saja sebagian besar waktu itu digunakan untuk belajar. Guru-guru di sekolah yang efektif mampu melaksanakan proses belajar mengajar yang bebas dari gangguan dan memberikan pekerjaan rumah dengan cara bertanggung jawab. Sekolah ini mulai dan mengakhiri kegiatan belajar betul-betul tepat waktu. Sementara itu dalam sekolah yang tidak efektif, guru-guru cenderung tidak mendukung pemahaman tujuan sekolah.

Sekolah yang efektif tentu berada di belakang pimpinan kepala sekolah yang efektif pula. Seorang kepala sekolah akan menentukan jatuh atau bangunnya kualitas suatu sekolah. Kepala sekolah asal-asalan cenderung untuk menghancurkan budaya dan iklim belajar sekolah. Sedangkan kepala sekolah yang efektif selalu komit dengan misi dan visi yang mengangkat dan melestarikan kualitas sekolahnya.

Salfen Hasri (2004;20) mendeskripsikan tentang kepala sekolah yang efektif, yang antara lain sebagai berikut: punya visi dan merealisasikannya bersama guru dan staf. Ia mempunyai harapan yang tinggi pada prestasi, selalu mengamati kualitas guru dan kualitas anak didik serta mendorong pemanfaatan waktu. Disamping itu seorang kepala sekolah yang efektif selalu memonitor prestasi individu guru, staff, siswa dan sekolah.

Kepala sekolah yang efektif sangat sadar bahwa keberadaan siswa adalah titik pokok dalam dunia pendidikan (di sekolah), maka ia sangat memonitor perkembangan siswa yang tercermin dalam peningkatan kualitas nilai tes yang bersih dari rekayasa dan manipulasi data. Ia melowongkan waktu (punya jadwal) untuk mengamati guru dalam kelas dan senantiasa berdialog tentang problem dan perbaikan pengajaran/kelas.

Kepala sekolah menjadi efektif karena ia mampu menjadi pemimpin yang efektif. Me Clure (dalam Salfen Hasri, 2004) mengatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu dalam berbagi tugas bersama siapa yang memiliki kompetensi untuk pekerjaan khusus.

Seorang pemimpin yang efektif harus mampu untuk melaksanakan "problem solving" dan "decision making", memiliki bakat memimpin serta mampu untuk bersosial yaitu untuk bekerja sama. Namun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah sedikit sekali yang menghabiskan waktu untuk urusan kurikulum dan pengajaran.